Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Guru | 13 Tahun Masih Trauma Tidak Naikan Kelas Siswa

 Kisah Guru | 13 Tahun Masih Trauma Tidak Naikan Kelas Siswa

Rapat kenaikan kelas tahun ini agak berbeda, sebelum pandemi rapat selalu diramaikan dengan intrupsi dan adu argumentasi perihal nilai dan penentuan predikat sikap siswa. Nampak guru yang begitu semangat menjelaskan alasan-alasan yang memberatkan siswa untuk tidak naik kelas, namun terlihat juga perjuangan wali kelas yang terus meminta kebijaksanaan agar siswa tetap dinaikkan, suasana ini terasa kental di rapat kenaikan kelas sebelum masa pandemi, namun berbeda pada saat pandemi dan pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini.

Hari ini, menjelang rapat kenaikan kelas usai, seorang guru senior menceritakan traumatiknya sampai dengan 13 tahun ini masih teringat peristiwa saat beliau menjadi wali kelas dan tidak menaikkan salah satu siswanya, bahkan nama anak tersebut masih selalu beliau ingat dan selalu teringat jika sedang rapat kenaikan kelas.

Apa sebenarnya yang menyebabkan beliau begitu trauma dan selalu mengenang anak tersebut?

Bagi sebagian guru rapat kenaikan kelas adalah hal biaya, bahkan siswa naik atau tidak naik kelas sudah menjadi hal yang memang seharusnya terjadi, namun berbeda sekali dalam pandangan guru senior kami yang trauma ini.

Rapat kenaikan kelas yang kami lakukan hari ini seperti biasa diawali dari arahan kepala sekolah yang menjelaskan tentang aturan dan ketentuan naik kelas yang berbeda dari kondisi pandemic dan berbeda pula dengan kondisi normal, saat ini kita melakukan PJJ tentu masih ada pertimbangan khusus untuk siswa naik kelas maupun yang terpaksa harus tinggal kelas, jika memang terpaksa harus tidak naik kelas.

Salah satu syarat mutlak dan tidak boleh ditawar-tawar dalam hal kenaikan kelas yang disampaikan oleh kepala sekolah, selain diputuskan naik kelas dalam rapat dewan guru, siswa dinyatakan boleh naik kelas jika telah mengikuti Penilaian Akhir Tahun (PAT).

Selama masa PJJ ini kepala sekolah mengatakan abaikan dulu absensi, abaikan dulu penyelesaian tagihan ketercapaian kurikulum, abaikan pula dulu tagihan tugas siswa, satu-satunya yang memberatkan anak untuk naik kelas jika siswa tidak mengikuti penilaian akhir tahun (PAT) atau ulangan semester 2 (genap).

Jadi selama siswa tersebut masih mau mengikuti PAT baik sesuai jadwal maupun susulan, apakah itu secara online atau hanya bisa secara offline maka beri kesempatan siswa tersebut untuk naik kelas. Potensi putus sekolah bagi anak yang tinggal kelas sangat tinggi, sehingga sebisa mungkin guru memberi kemudahan kepada siswa untuk naik kelas.

Setelah kepala sekolah menyampaikan arahannya, mulailah wali kelas menyampaikan laporan data nilai yang masuk, termasuk siswa yang tidak mengikuti PAT secara online maupun siswa yang sudah mengikuti PAT susulan secara offline, dimulai dari kelas teratas peserta PAT.

Benar saja, masih terdapat hampir sepuluh siswa yang bermasalah, ada yang sama sekali tidak mengikuti PAT, bahkan tidak pernah absen online apalagi mengerjakan tugas online, sudah dihubungi lewat nomor HP siswa dan orang tua namun tidak diangkat, di WA dan di SMS juga tidak dibalas, pengakuan dan laporan wali kelas.

Namun ada juga siswa yang tidak mengikuti PAT secara online dan saat ini sudah dan sedang menyelesaikan beberapa mata pelajaran yang belum diikuti, ada yang tersisa satu mata pelajaran ada juga yang masih ada 4 dan 5 mata pelajaran.

Dalam rapat dewan guru telah disepakati bahwa siswa yang hanya mengikuti PAT baik secara online maupun susulan dan tidak pernah mengikuti pembelajaran dan menyerahkan tugas, hanya diberi nilai standar KKM namun tetap naik, adapun yang belum mengikuti maka sementara ditunda kenaikannya sampai bersedia mengerjakan ujian PAT, jika yang bersangkutan juga tidak mau mengerjakan PAT, dengan terpaksa tidak dinaikkan kelas karena tidak ada satupun nilai yang bisa dijadikan pertimbangan.

Penyebab Trauma guru selama 13 tahun

Sebelum rapat ditutup di sesi terakhir guru senior menyampaikan apresiasi kepada moderator yang sekaligus juga waka kurikulum, yang meminta dengan sangat agar siswa yang belum mengerjakan soal agar dibujuk bagaimana caranya, karena jika anak tidak naik kelas potensi berhenti sekolah lebih besar dibanding mengulang kelas.

Beliau menceritakan saat beliau menjadi wali kelas dulu pernah, tidak menaikkan salah satu siswanya karena sikap dan nilainya yang kurang, dengan harapan siswa tersebut memperbaiki kesalahannya selama satu tahun ini, ternyata apa yang dibayangkan bahwa siswa tersebut akan mengulang dan memperbaiki jauh dari harapan, bahkan anak tersebut tidak mau sekolah meskipun dipindahkan dari sekolah asal, akhir sampai sekarang anak tersebut tidak melanjutkan pendidikannya.

Inilah yang beliau sampaikan agar sebisa mungkin menghindari adanya siswa yang tidak naik kelas, kalau memang sikap dan perilakunya kurang pas lebih baik naik kelas namun pindah dari pada tidak dinaikkan kelas, karena hal tersebut punya potensi besar anak tidak mau mengulang justru berhenti dan tidak mau sekolah lagi.

Bagaimana dengan rapat kenaikan kelas di tempat sobat apakah juga dilakukan seperti di tempat kami, dimana sekolah kami hanya mensyaratkat mengikuti PAT untuk kenaikan kelas, agar tidak ada lagi guru-guru yang trauma bahkan belasan tahun akibat siswa yang tidak mengulang dan berhenti sekolah. Semoga postingan ini bermanfaat untuk refleksi kita semua.

Posting Komentar untuk "Kisah Guru | 13 Tahun Masih Trauma Tidak Naikan Kelas Siswa"