Materi SKI Kelas 9 Semester Genap tentang Tokoh pendiri organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia dalam berdakwah (Muhammadiyah)
Muhammadiyyah lahir 18 November 1912/8 Dzullhijjah 1330, dengan fondasi
ayat: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104).
KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis bin Abu Bakar
bin Muhammad Sulaiman bin Murtadha bin Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo
bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Sulaiman (Ki Ageng Gribig) bin Muhammad Fadhlullah
(Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).
KH. Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil Muhammad
Darwisy. Beliau lahir dari kedua orang tua yang dikenal alim, saleh, dan
shalihah, yaitu KH. Abu Bakar selaku Imam Masjid Besar Kauman Kasultanan
Yogyakarta serta Nyai Abu Bakar (putri H. Ibrahim, Penghulu Kraton Kasultanan
Yogyakarta). Silsilah KH. Ahmad Dahlan adalah keturunan ke dua belas dari
Maulana Malik Ibrahim, seorang wali yang termasuk Walisanga serta dikenal
sebagai salah satu ulama penyebar dan pengembang Islam di tanah Jawa.
Garis nasab KH. Ahmad Dahlan adalah putra KH. Abu
Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadla bin Kiai Ilyas bin Demang
Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki
Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana
‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.
KH. Ahmad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren
sejak kecil. Di lingkungan itulah beliau menimba berbagai disiplin ilmu dan
pengetahuan, termasuk agama Islam dan bahasa Arab. Pada tahun 1883, saat masih
berusia 15 tahun, beliau menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim selama lima
tahun di Mekah guna mendalami ilmu agama dan bahasa Arab. Dari situlah beliau
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaruan dalam dunia Islam, seperti
Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha, serta Ibnu Taimiyah.
Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam tersebut mempunyai
pengaruh kelak di kemudian hari sehingga menampilkan corak keagamaan yang sama
dengan kaum pembaharu. Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang
bertujuan memperbarui pemahaman keagamaan. Dalam hal ini, paham keislaman di
sebagian besar dunia Islam saat itu masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi
ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, jumud (stagnasi), serta
dekadensi (keterbelakangan) umat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan
yang statis ini harus diubah dan diperbarui melalui gerakan purifikasi atau
pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada tahun 1888 KH. Ahmad Dahlan pulang ke kampong
halamannya. Sepulangnya dari Mekah, beliau diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan
Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902‒1904, beliau menunaikan ibadah haji untuk
kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa
guru di Mekah.
Sepulang dari Mekah, beliau menikah dengan Siti
Walidah, yakni saudari sepupunya sendiri, anak Kiai Penghulu Haji Fadhil.
Kelak, Siti Walidah dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, seorang pahlawan
nasional dan pendiri Aisyiyah (organisasi kewanitaan Muhammadiyah). Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan memiliki enam orang anak,
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, serta
Siti Zaharah. Selain itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Beliau juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kiai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Ibu
Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin yang berasal dari Pakualaman, Yogyakarta.
Pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan mendirikan
organisasi Muhammadiyah untuk mewujudkan cita-cita pembaruan Islam di
nusantara. Beliau ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan
beramal menurut tuntunan agama Islam. Beliau mengajak umat Islam Indonesia
untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Perkumpulan ini
berdiri pada tanggal 18 November 1912. Sejak awal, KH. Ahmad Dahlan telah
menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi bersifat sosial
dan terutama bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini
sempat mendapatkan pertentangan dan perlawanan, baik dari keluarga maupun
masyarakat sekitarnya. Bahkan, ada pula orang yang hendak membunuh beliau.
Namun rintanganrintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya
untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua tantangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar organisasinya
mendapatkan status badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914
melalui Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Namun, izin
itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi hanya boleh bergerak
di daerah Yogyakarta.
Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan
organisasi ini sehingga kegiatannya pun dibatasi. Walaupun ruang gerak
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan
Imogiri telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
keinginan Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menyiasatinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menganjurkan agar cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama
lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut
dengan nama Ahmadiyah.
Adapun di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat bimbingan dari cabang Muhammadiyah. Sebagai
seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah, KH. Ahmad Dahlan
memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin organisasi. Selama hidupnya dalam aktivitas dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali
dalam setahun), di mana pada saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering
(persidangan umum).
Di usia 66 tahun, tepatnya pada 23 Februari 1923, KH.
Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen
(Karangkajen), Yogyakarta. Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan, maka pemerintah Republik
Indonesia menganugerahi beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI
No.657 Tahun 1961, pada 27 Desember 1961. Dasar-dasar penetapan itu adalah
sebagai berikut.
a. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
b. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya, yakni menuntut kemajuan, kecerdasan,
dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan Islam.
c. Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang
amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.
d. Organisasi kewanitaan Muhammadiyah (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan
wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial setingkat
dengan kaum pria.
Kisah hidup dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah telah diangkat ke layar lebar dengan judul “Sang Pencerah”. Selain menceritakan biografi KH. Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak muda dalam merepresentasikan pemikiranpemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan budaya pada masa itu dengan latar belakang suasana kebangkitan nasional.
Setelah membaca dan memahami bacaan di atas, silakan lanjutkan mengerjakan latihan soal berikut ini:
Posting Komentar untuk "Materi SKI Kelas 9 Semester Genap tentang Tokoh pendiri organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia dalam berdakwah (Muhammadiyah)"
Silakan berkomentar yang santun