Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Guru | Berjuang selamat dari Covid 19 | 19 Hari Diisolasi di Rumah Sakit

 

Ini adalah cerita tentang saya seorang Guru, bagaimana awal saya terkena Covid, sakit yang saya alami, penanganan pada saat saya kritis, Goncangan Jiwa saat masuk Ruang Isolasi, Perawatan di Ruang Isolasi, Kejadian di Ruang Isolasi, Ijin Pulang Isoman dan Pemulihan di Rumah sekaligus Isoman.

Awal Terkena Covid

Menjelang hari raya Idul Adha, aktivitas saya memang padat, ditambah saat itu dalam kondisi berpuasa 9 hari menjelang hari raya. Kadang lelah tak terpikirkan yang penting semua kegiatan terselesaikan. Ditambahlagi persiapan untuk mengantar anak masuk ke Pesantren, beli barang ini itu, Tarik dana sini situ, agar anak merasa nyaman dan kerasan di pesantren, maklum Anak Pertama, baru Lulus MI, setara SD, mau dipondokkan.

Di hari raya, saya mendapat tugas Imam dan Khatib di Kampung seberang, dua kali menyeberangi sungai, namun pada saat itu saya diminta untuk menunggu dipinggir sungai karena tidak ada Veri penyeberangan, jadi dijemput pakai kapal Long Boat, perjalanan di sungai yang berembun menuju masjid tempat saya bertugas.

Sepulang dari tugas dibawain oleh-oleh ikan tangkapan pengurus masjid, lumayan besar-besar hasil pasang jaring. Sangat senang sekali bisa bermanfaat untuk umat dapat bonus dibawaain ikan, soalnya saya memang mau cepat pulang, ditawari kalau mau nunggu proses qurban bisa bawa daging, namun saya memilih untuk cepat pulang.

Kondisi badan masih sehat, namun anak saya yang nomor 6, sedang demam dan hanya mau sama saya, usia sekita 2,5 tahun. Namun saya tidak punya pikiran sama sekali itu penyebabnya. Hari jum’at tanggal 23 Juli kami berangkat ke Kota untuk keperluan mengantar anak masuk pondok di hari minggu dan pada Jum’at itu ada acara Akad nikah sekaligus resepsi, pada saat berangkat kondisi badan memang sudah mulai kurang nyaman, sehingga diacara nikahan sudah tidak fit, kemudian sembat diterapi agar badan agak nyaman namun juga tidak kunjung pulih.

Pada Hari Minggu antar anak ke Pesantren untuk masuk, namun hanya sampai pintu gerbang dan saya tidak bisa banyak bantu urus karena kondisi juga lemah, syukur istri dan om sangat cekatan mengurus. Setelah selesai, hari minggu itu kami langsung pulang dan kondisi badang yang masih kurang sehat.

Jadi kemungkinan saya terkena lewat anak saya, atau saya yang membawa dari kampong seberang, Allahu A’lam.

Sakit Yang saya Alami

Senin Malam selasa, saya mengalami sesak nafas yang luar biasa, sy tidak bisa menghiruf nafas, saya hanya bisa bernafas memalui mulut dengan tarikan nafas pendek, Istri saya berusaha mengobati dengan obat seadanya di rumah namun tidak berhasil, malam itu sudah pukul 10.30, karena kami tinggal jauh dari keluarga, maka istri memutusnya menelpon teman yang kebetulan sering menangani keluarganya yang sesak nafas, tidak berselang lama, beliau datang dan berdiskusi untuk melakukan tindakan, akhirnya saya dibawa di puskesmas dengan harapan mendapat bantuan oksigen, namun belum rejeki saya, puskesmas sepi malam itu, di IGD juga tidak orang, akhirnya kami lanjut ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit langsung dicek saturasi Oksigen, ternyata hanya 80an, pantas sesak nafas, segera diberi bantuan Oksigen dan sudah dipastikan saya terpapar Covid, karena memang tidak pernah mempunyai riwayat sesak nafas/asma dan lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan dan tes, dan benar saya positif Covid.

Dokter yang menangani saya langsung berkoordinasi dengan saya dan kawan yang mengantar untuk tidakan selanjunya, jika saya ingin dirawat di Rumah Sakit maka prosedur penanganan adalah sesuai protocol Covid dengan segala resikonya, jika keluarga setuju akan diberikan tindakan namun jika tidak silakan dibawa pulang.

Istri saya dan kawan menyampaikan sekaligus bertanya kepada saya, dan kami sepakat kita semua ikhlas untuk di rawat di rumah sakit.

Terbayang apa yang akan terjadi dan mungkin malam itu adalah perjumpaan terakhir…

Penanganan pada saat saya kritis

Ruang Isolasi pada malam itu penuh, maka saya ditangani di tenda darurat, dengan kondisi nafas sesak, dokter memberikan oksigen melalui dua jalur, hidung dan mulut, karena pada saat itu kondisi oksigen dalam tubuh sangat kurang/rendah hanya 80an.

Kawan dan sahabat yang mengantar saya tidak tega melihat kondisi saya yang hanya dibiarkan dalam tenda tanpa fasilitas dan sudah tentu banyak nyamuk, maka melakukan negosiasi agar dirawat disalah satu ruang IGD yang kosong, akhirnya saya dipindahkan, kondisi ruangannya juga sangat memprihatinkan.

Saya pasrah pada saat itu, saat diberi pilihan-pilihan saya hanya mengatakan silakan bagaimana baiknya, termasuk saat saya harus dipasangi selang untuk jalur air seni, yang tujuannya agar saya tidak perlu repot ke Toilet untuk buang air kecil, karena kondisi yang sulit untuk duduk dan berjalan, harus baring. 

Rasa sakit saya abaikan dan saya hanya konsentrasi pada sang Pemilik Hidup, berusaha untuk terus mengingatNya dalam setiap tarikan sesak nafas dengan bantuan oksigen.

Sampai 2 kali jam makan perawat memberi saya makanan dalam kotak, namun apa daya saya tak bisa makan, jangankan untuk bangkit mengambil, untuk duduk saja saya tidak mampu, sampai akhirnya istri saya datang memberi semangat dan menjelaskan segala sesuatunya.

Malam itu ada berita baik, bisa pindah ke Ruang Isolasi, meskipun diposisi lorong, karena kamar sedang penuh, saya tetap mengatakan silakan mana baiknya, saya masih focus dengan zikir-zikir kepada Allah, pemilik hidup dan kehidupan.

Berada di Lorong ruang Isolasi bukan sesuatu yang nyaman, karena sering terdengar suara bising dari tabung oksigen yang dibawa oleh perawat dan juga udara dinginnya, berusaha untuk ikhlas dan menerima takdir, akhirnya dini hari ada kamar yang bisa ditempati, perawat menawarkan dan saya kembali menjawab silakan mudah2an kondisinya lebih baik.

Goncangan Jiwa saat masuk Ruang Isolasi

Belajar ikhlas dan ridho, menyiapkan diri dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang bakalan terjadi. Berusaha mencari informasi tentang peluang hidup dan mati dengan kondisi paru-paru yang telah menjadi putih diselimuti Covid. Berapa lama proses penyembuhan dan kemungkinan-kemungkinan terburuk.

Kondisi sesak nafas yang tak kunjung berkurang dan badan yang terasa lelah, kadang terlintas pikiran, mungkin inilah akhir dari paket hidupku, terbayang bagaimana jika saya harus berakhir di sini, teringat akan keluarga ku ( istri dan 6 anakku yang masih membutuhkan keberadaanku), teringat ibuku yang baru saja ditinggalkan oleh kakakku. 

TIDAK, saya tidak boleh berhenti sampai di sini, saya sudah berjanji akan menemani ibu melaksanakan Haji bersama istri, saya harus kuat, banyak hal yang masih harapkan ada kebaikan dalam perjalan hidup.

Ya Allah, seandainya ada kebaikan dalam perjalanan hidupku selama ini, berkat amalan itu, berikan kesempatan untuk hamba melanjutkan pengabdian ini.

Alhamdulillah, rasa tenang yang mulai datang mengiringi nafas yang kembali mulai teratur dan sesakk nafas mulai berkurang dan mulai merasakan bantuan oksigen.

Kebaikan dan Ketulusan

Setelah mengalami gunjangan jiwa, maka mulailah saya terbayang ketulusan bantuan orang-orang kepada saya, ketulusan istri yang selalu memberi semangat dan keridhaannya, Nampak dari genggaman tangan dan tuturnya yang sedikit gemetar, suara teman dan sahabat yang mengantar sampai lorong rumah sakit menuju ruang Isolasi, dimana tak satupun boleh menemani kecuali perawat dan petugas dengan standar protocol Covid.

Ketulusan dan kebaikan it uterus membayangi, begitu pedulinya mereka kepada kami, mereka ada kenalan, tetangga dan teman, bukan saudara. Karena memang saya tinggal jauh dari saudara, saudara saya juga baik-baik namun karena jarak yang jauh maka apa daya tak banyak yang bisa diperbuat, beruntunglah saya dan keluarga mempunyai tetangga, teman, bapak angkat yang begitu perhatian dan penuh kasih sayang kepada keluarga kami, hingga tak henti-hentinya mulut ini mengucap syukur dan air mata tak dapat terbendung jika mengingat berbagai peristiwa dan kebaikan dan ketulusan yang dilakukan oleh sahabat, tetangga, teman dan orang-orang yang sudah saya anggap keluarga saya sendiri di tanah rantau.

Perawatan di Ruang Isolasi

Perawatan apa yang diberikan di ruang Isolasi? Ini banyak ditanyakan teman-teman, yang paling saya rasakan adalah perawat yang berusaha membesarkan hati kami, untuk tidak panic, ridho dan lapangkan dada, sikap ini akan sangat membantu kesembuhan, oksigen akan berperan dengan baik jika hati dan pikiran kita tenang, nafas akan berangsur stabil dan tidak sesak.

Namun karena keterbatasan tenaga kesehatan (banyak juga yang sakit) inilah yang terkadang disaat-saat kita memerlukan mereka, kadang tidak bisa hadir menemui kita yang juga memerlukan bantuan misalnya untuk membantu menyuapi kita makan, dimana saya belum bisa duduk waktu itu, kadang harus menunggu lama, bahkan sampai datang jatah makan berikutnya.

Obat-obatan terus diberikan baik yang dimakan, disuntikkan maupun yang dimasukkan lewat Inpusan, berupa antibiotic, obat batuk, vitamin D, Vitamin C, obat lambung dan suntikan agar darah tidak beku dan lainnya, kemudian setelah satu minggu dilakukan pengecekan darah untuk mengetahui program berjalan atau tidak sekaligus hasilnya.

Satu minggu saya hanya bisa terbaring, makan masih disuapin, Buang air kecil pakai selang dan terasa sakit luar biasa, serta buang air besar di Pempers dan semua itu memerlukan kesabaran untuk bantuan perawat, karena selain melayani kami, perawat juga menangani pasien yang meninggal di tempat isolasi dan juga mereka yang kehilangan kesadaran dan lainnya. 

Kejadian di Ruang Isolasi

Hampir tiap malam ada yang meninggal, tidak hanya yang tua bahkan yang muda, kebanyak mereka yang dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi parah, pasca gagal Isolasi Mandiri, Pasien yang berteriak-teriak, pasien yang kehilangan kesadaran, pasien yang ketakutan dan cemas, suara nafas sesak, suara batuk dan teriakan memanggil perawat, adalah hal yang biasa, jadi tak heran jika kadang sobat akan sulit tidur di ruang isolasi, entar karena sudah terlalu banyak tidur siang atau karena juga kebisingan suara tersebut.

Berganti teman di ruang Isolasi, menjadi akrab karena senasib, bahkan saling peduli dan saling betukar nomor HP, menjadi teman dan sahabat karena keakraban dalam ruang Isolasi.

Bersyukur di ruang Isolasi petugas Kebersihan dan perawat yang saya kenal, terutama petugas kebersihan, sebagian dari mereka adalah murid-murid saya dulu di MTs, sehingga setiap kali mereka datang langsung menuju kamar saya dan menawarkan bantuan, merapikan meja makan dan pakaian kotor saya dibungkus lalu dibawa pulang ke rumah untuk dicuci, bahkan memberikan kaos tangan kepada istri, membersihakan sampah-sampah, mengganti dengan kantong plastik baru, sungguh murid-murid saya berbakti, mudah2an barokah hidupnya.

Setelah satu minggu, saya meminta bantuan untuk belajar duduk agar bisa makan sendiri dan mulai belajar melakukan sesuatu secara mandiri, hari pertama saya duduk, luarbiasa nafas saya sesak dan goyang, bersyukur perawat segera memberi tindakan dengan menundukkan kepala saya, lalu menepuk-nepuk bagian punggung dan mengolesinya dengan minyak kayu putih dan alhamdulillah sesak nafas berangsur hilang dan tidak lagi goyang.

Rasa syukur yang luar biasa saya alami karena bisa duduk dan tidak lagi harus disuapi pada saat makan maupun minum.

Setiap kali saya makan, saya terbayang jasa-jasa dan kebaikan orang, saat melihat nasi yang dibuat bubur, saya langsung terbayang para petani yang menanam padi, merawatnya,menjaganya sampai panen, dijemur, digiling, dijual dipasar, dibeli, dicuci, dimasak sampai akhirnya menjadi bubur dan dibawa sampai dihadapan saya, rasanya zolim jika saya menyia-nyiakan perjuangan dan pekerjaan sebelumnya jika bubur nasi ini tidak saya makan, demikian juga jika saya melihat ikan sungai apalagi ikan laut, melihat laut ayam, telur, daging maupun sayuran lainnya, semua teringat hingga rasa syukur itu kadang saya meneteskan air mata saat membaca Allohumma bariklana (ya Allah berkahilah kami) (saya dan orang-orang yang telah berjasa hingga akhirnya makan ini ada dihadapan saya, mereka itu para petani, nelayan, peternak, penjual, tukang dapur, tukang antar dan siapapun yang menjadi asbab makan ini ada dihadapan saya.

Ini juga yang menyebabkan saya tak pernah menyisakan makanan sejak saya makan sendiri, saya berusaha menghabiskannya, meskipun kadang jika saya makan membutuhkan waktu lama untuk menghabiskannya dan sering ditemani dengan air mata syukur kepada Allah SWT.

Ijin Pulang Isoman

Setelah 18 hari di Ruang Isolasi Rumah Sakit, Bapak angkat saya datang ke rumah untuk diskusi dengan Istri, bahwa saya terlalu lama di Ruang Isolasi, seharusnya 14 hari sudah cukup, kasihan terlalu lama di sana, pasti suasananya tidak menyenangkan, kalau memang kondisinya memungkinkan untuk pulang, minta ijin untuk lanjut Isolasi Mandiri di rumah, sehingga bisa dimandikan air hangat, bisa berjemur dan latihan jalan-jalan.

Setelah itu Istri langsung menghubungi saya, untuk menanyakan kondisi dan saya memang sudah mulai baik, mulai latihan jalan, akhirnya istri menyarankan untukk ijin pulang, saya juga baru kepikiran, karena saya sebelumnya tidka punya pikiran untuk pulang, meskipun sudah jenuh juga, karena 18 hari tidak mandi, tidak melihat matahari.

Akhirnya pada saat jam pemeriksanaan kesehatan saya menyampaikan keinginan saya untuk pulang kepada perawat, saya meminta beliau membantu saya bicara dengan dokter. Dan menurut perawat memang kondisi saya sudah baik, namun hasil tes PCR Sweb masih positif.

Saya menunggu dokter mulai pagi, dihari sabtu, pada hari senin sampai jum’at biasanya jam 8 atau 9 sudah ada, ini saya tunggu tak kunjung datang dan sudah jam 11 ada terdengan suara beliau datang dan ketika masuk keruang saya langsung saya sambut dengan ucapan saya kangen suara dokter, saya sudah tunggu mulai pagi. Setelah memeriksa kondisi saya dan hasilnya baik, saturasi maupun tekanan darah, lalu saya sampaikan keinginan saya.

Dokter lalu melihat rekam catatan pemeriksaaan kesehatan saya beberapa hari terakhir, lalu menyatakan saya boleh pulang hari ini, rasa senang luar biasa, beliau memberi syarat harus ada alat saturasi dan oksigen untuk antisipasi dan terus lakukan isolasi mandiri, olahraga ringan dan makan tetap dijaga, itulah nasehat DR. Fatma namanya, mengenai saya masih positif dari hasi PCR, beliau mengatakan gak masalah, kalau nunggu hasil tes PCR negative lama, karena sisa covid masih akan terus terbaca, makanya perlu observasi dokter dan pasien perasaannya bagaimana, kalau sudah cukup kuat boleh pulang isolasi mandiri.

Pemulihan di Rumah sekaligus Isoman

Hari sabtu siang saya pulang dijemput teman dengan mobil, kondisi saya masih lemah, karena kaki mengecil, otot betis dan paha hilang, lembek semua, sehingga untuk duduk dan berdiri terasa berat.

Untuk berjalan menuju rumah dari jalan masuk gang saja saya merasa berat jadi masih dibantu pakai sepeda motor, saat menaiki tangga rumah, betul-betul ngos-ngosan, bersyukur di rumah sudah disiapkan tabung oksigen dan saturasi, sehingga saat ngos-ngosan tersebut dibantu dengan oksigen, demikian juga saat pertama kali dimandikan pakai air hangat, rasanya enak sekali, namun setelah dari kamar mandi nafas ngos-ngosan lagi dan dibantu dengan oksigen.

Hari pertama dan kedua masih beberapa kali pakai oksigen, namun alhamdulillah setelah beberapa kali latihan jalan dan berjemur, hari ketiga dan sampai saat ini sudah tidak lagi pakai dan untuk kekamar mandi dan lainnya sudah bisa dilakukan sendiri.

Memang nafas belum plong kadang masih sesak apalagi kalau dibarengi batuk dahak, sangat menyiksa, sehingga saya berusaha menghindari terutama makan yang ada parutan kelapa, atau jenis-jenis kerupuk atau gorengan dan sambel karena itu memicu batuk.

Untuk latihan napas saya menggunakan teknik telinga gajah, dimana saya memegang bagian belakang kepala saya dengan kedua buah tangan, lalu membuka lengan dengan menarik nafas melalui hidung dan menutup kedua lengan ke arah muka sambil membuang nafas melalui mulut.

Untuk latihan hari-hari, pagi dan sorena latihan jalan sambil mencari sinar mata hari, jika cuaca berkabut, cukup jalan dalam rumah, latihan naik turun tangga miring dan tanggal bertingkat, sangat mempercepat pembentukan otot kaki (betis dan paha) jika latihan jalan ditempat.

Adapun selain mengkonsumsi obat dari rumah sakit, saya mengkonsumsi propolis, madu dicampur air hangat satu gelas setiap pagi sebelum makan apapun dan malam sebelum tidur, setelah mandi minum air jahe merah dan habbatus saudah (jintan hitam) dan minum rebusan daun sungkai, serai dan jahe, untuk tambah stamina minum 2 sendok sari kurma dipagi hari dan 1 sendok dimalam hari.

Untuk camilan makan buah-buahan seperti jeruk, manga, buah naga dan alfukat dicampur madu.  saya juga tetap melakukan tugas utama saya mengajar online dari rumah, agar tidak jenuh dan anak-anak tidak ketinggalan pelajarn, termasuk menulis di blog saya ini.

Terima kasih atas dukungan semua pihak, Demikianlah kisah saya menghadapi dan berjuang melawan Covid, semoga ada hikmah dan pelajaran di dalamnya semoga tulisan ini bermanfaat. Salam sehat selalu terus jaga kesehatan keluarga.


Posting Komentar untuk "Kisah Guru | Berjuang selamat dari Covid 19 | 19 Hari Diisolasi di Rumah Sakit"