Benarkah Ada “Sedekah Nilai”? Ini Dampaknya pada Jalur Prestasi!
Sobat Cara Mudah, Kebijakan
terbaru pemerintah yang menghapus penggunaan nilai rapor dalam seleksi jalur
prestasi untuk masuk perguruan tinggi memicu perdebatan publik. Salah satu
suara kritis datang dari pengamat pendidikan, Ina Liem, yang
menilai bahwa kebijakan ini justru menyoroti persoalan yang lebih mendasar: integritas
penilaian di sekolah.
Menurut Ina, permasalahan utama bukan pada sistem seleksi masuk perguruan
tinggi, melainkan pada praktik penilaian yang tidak objektif di tingkat
sekolah. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa guru memberikan nilai
lebih tinggi dari yang seharusnya—sebuah praktik yang oleh sebagian
masyarakat disebut sebagai “sedekah nilai”.
Sedekah Nilai dan Potensi Korupsi Pendidikan
Dalam pernyataannya kepada Kompas.com pada Senin (22/4/2025), Ina
mengungkapkan bahwa terdapat indikasi guru atau pihak sekolah bersedia
memberikan nilai tinggi kepada siswa dengan imbalan tertentu.
Hal ini menurutnya merupakan bentuk nyata dari korupsi dalam dunia
pendidikan, yang justru merusak fondasi sistem evaluasi nasional.
"Kalau jalur prestasi dihapus karena nilai rapor dianggap tidak valid,
lantas apa bedanya dengan seleksi berbasis tes berulang seperti SNBT? Kenapa
siswa harus melewati berbagai tes hanya untuk mendapatkan satu kursi di
perguruan tinggi negeri?” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa menghapus nilai rapor sebagai dasar seleksi
bukanlah solusi. Yang perlu diperbaiki adalah sistem penilaian dan
pengawasan di tingkat sekolah, agar hasil rapor benar-benar
mencerminkan kemampuan asli siswa.
Ketimpangan dan Ancaman Komersialisasi Pendidikan
Ina menambahkan, jika kebijakan ini diteruskan, masyarakat akan semakin
kehilangan kepercayaan terhadap sistem pendidikan nasional. Ketimpangan akses,
kualitas pendidikan, serta kemungkinan penyalahgunaan tes untuk kepentingan
bisnis, seperti bimbingan belajar dan tes minat bakat, semakin terbuka lebar.
“Jika semua seleksi bergantung pada tes, maka akan muncul pasar baru untuk
proyek-proyek pelatihan tes. Ini sangat berbahaya karena pendidikan tinggi
sejatinya adalah hak setiap warga negara, bukan komoditas yang bisa
diperjualbelikan,” ujar Ina.
Pemerintah: Nilai Rapor Tidak Lagi Digunakan untuk Jalur Prestasi
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) melalui Menteri Abdul
Mu’ti menyatakan bahwa pada Sistem Penerimaan Murid Baru
(SPMB) 2025, jalur prestasi tidak lagi menggunakan nilai rapor.
Sebagai gantinya, pemerintah akan menggunakan Tes Kemampuan Akademik
(TKA) sebagai dasar seleksi.
Dalam keterangannya pada Jumat (11/4/2025), Mu’ti menyebut bahwa tingginya
praktik manipulasi nilai oleh guru menjadi alasan utama dihapusnya
penggunaan rapor dalam seleksi jalur prestasi. Banyak laporan menyebutkan bahwa
nilai siswa tidak mencerminkan kemampuan sesungguhnya.
“Maaf, banyak guru yang terlalu baik hati dan memberikan nilai lebih tinggi
dari kenyataan. Nilai yang seharusnya 6, diberi 8. Yang seharusnya 8, jadi 10.
Ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap validitas nilai rapor,”
jelas Mu’ti.
TKA: Solusi Baru Pengganti Ujian Nasional
Mu’ti menegaskan bahwa TKA bukanlah ujian wajib. Tes ini hanya dianjurkan
bagi siswa yang merasa siap secara mental dan ingin melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Tujuannya adalah agar siswa memiliki nilai individual
yang bisa digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi dalam dan luar
negeri.
“Banyak perguruan tinggi dalam negeri menginginkan nilai individual yang
lebih akurat. Karena itu, TKA diharapkan menjadi indikator utama seleksi jalur
prestasi, menggantikan nilai rapor yang dinilai kurang objektif,” terangnya.
TKA ini juga menjadi respon atas masukan dari berbagai pihak, termasuk
panitia seleksi nasional dan pihak kampus yang berharap ada standar nilai yang
bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
Solusi Bukan Menghapus, Tapi Memperbaiki
Penghapusan nilai rapor dari jalur prestasi semestinya menjadi momen
refleksi. Banyak pihak menyayangkan bahwa solusi yang diambil pemerintah lebih
bersifat reaktif ketimbang solutif. Perbaikan sistem penilaian di
sekolah, peningkatan pengawasan, serta penegakan aturan yang tegas
harus menjadi prioritas utama.
Jika tidak, maka siswa dari daerah dengan akses pendidikan terbatas akan
semakin terpinggirkan karena tidak mampu bersaing dalam sistem berbasis tes.
Sementara itu, peluang manipulasi dalam bentuk baru bisa saja muncul.
Pendidikan Harus Bebas dari Praktik Curang
Jadi Sobat Persoalan
“sedekah nilai” dan praktik manipulasi rapor memang tidak bisa dibantah. Namun,
solusinya bukan dengan menyingkirkan nilai rapor dari sistem seleksi, melainkan
dengan mengembalikan integritas proses penilaian. Pendidikan
harus menjadi ruang yang adil dan objektif, bukan lahan subur untuk korupsi dan
komersialisasi.
Langkah ke depan harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, guru,
dan masyarakat. Hanya dengan pengawasan yang ketat dan kesadaran kolektif, sistem
pendidikan kita bisa kembali dipercaya dan mencetak generasi unggul
yang jujur serta berdaya saing.
Posting Komentar untuk "Benarkah Ada “Sedekah Nilai”? Ini Dampaknya pada Jalur Prestasi!"
Silakan berkomentar yang santun